SRC:www.antaranews.com
pertumbuhan ekonomi yang tinggi selama Orde Baru didasarkan pada pondasi yang rapuh."
"Sejarah menunjukkan stabilitas yang diciptakan melalui sistem yang otoriter bersifat semu dan pada akhirnya akan timbul perlawanan mengingat itu adalah kodrat kita sebagai manusia," kata dia di Padang, Sabtu.
Dewi menyampaikan hal itu ketika menjadi pembicara pada diskusi panel dalam rangka pengukuhan pengurus Ikatan Alumni Unand dengan judul makalah "Seperti Apa Indonesia Masa Depan yang Kita Cita-Citakan dan Bagaimana Cara Menggapainya".
Menurut dia, pada era transisi demokrasi saat ini mungkin ada pihak-pihak yang kembali merindukan pendekatan tangan kuat seperti pada masa Orde Baru.
"Tetapi keinginan seperti itu jelas tidak berdasar. Kita akhirnya harus membayar mahal karena ternyata pertumbuhan ekonomi yang tinggi selama Orde Baru didasarkan pada pondasi yang rapuh," kata peneliti LIPI dan Guru Besar Politik Univeritas Indonesia itu.
Saat itu, kata dia, sistem politik yang tertutup dan dominasi eksekutif yang berlebihan dalam berbagai lembaga dan aspek kehidupan publik telah menyebabkan korupsi, kolusi dan nepotisme, terutama dalam pengelolaan ekonomi.
Selain itu, institusi keuangan dan bisnis berkembang bukan karena kemampuan daya saing, tapi karena akses politik. "Akhirnya ketika kepercayaan investor turun dan pemodal mulai menarik diri, perekonomian Indonesia tidak dapat bertahan dan dilanda kiris keuangan," kata dia.
Karena itu, menurut dia, yang perlu diprioritaskan adalah menuntaskan agenda reformasi politik, hukum dan pemerintahan yang masih tersendat, sehingga Indonesia bisa terlepas dari gejolak transisi demokrasi.
(KR-IWY)
No comments:
Post a Comment