SRC:www.antaranews.com
Ilustrasi Perbankan Syariah. (FOTO ANTARA/HO/Sucipto)
Jakarta (ANTARA News) - Sejumlah kalangan percaya bahwa bank syariah Indonesia akan terus tumbuh seiring dengan kian ramahnya perekonomian Indonesia untuk investasi.
Mengutip Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia, aset perbankan syariah naik 35,55 persen pada triwulan IV 2011 dengan nilai Rp135,9 triliun.
Itu berarti aset perbankan syariah mencapai 3,9 persen dari total aset perbankan nasional. Sebelumnya, BI menargetkan aset perbankan syariah Indonesia mencapai Rp200 triliun hingga akhir 2012.
Sepertinya potensi pasar bank syariah kian lebar. Pertanyaannya apa bank syariah akan melaju mulus pada tahun-tahun selanjutnya? Bagaimana pula proses edukasi kepada masyarakat calon nasabahnya?
Berikut wawancara ANTARA News dengan Ketua Umum Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah, Subarjo Joyosumarto, yang juga Direktur Utama Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI).
Bagaimanakah prospek perbankan syariah dewasa ini?
Jika melihat kian banyak dan populernya bank-bank syariah dewasa ini, maka bank syarih akan tumbuh tetap tinggi 35 persen per tahun, podahal pertumbuhan tahunan perbankan nasional hanya 15 persen.
Apalagi perekonomian Indonesia semakin bagus dan mendapat *investment grade*dari Fitch, bank syariah akan makin diminati.
Dengan asumsi perekonomian seperti sekarang, saya perhitungkan aset perbankan syariah sudah tujuh persen dari total aset perbankan nasional
pada 2015. Bahkan, pada 2020 akan menjadi 15 persen.
Berapa banyak tenaga kerja dibutuhkan untuk mencapai aset tujuh persen itu?
Kebutuhan tenaga sampai 2015 itu kan sekitar 40 ribu. Nampaknya bisa terpenuhi karena pendidikan perbankan syariah sudah dibuka di LPPI sendiri dan berbagai universitas.
Bagaimana bank syariah bisa dilrik investor asing?
Modal atau uang itu kan tidak mengenal agama seperti air yang selalu mencari tempat rendah. Selama keuangan syariah di sini maju terus, ya mereka akan menanam (investasi) di sini.
Apalagi pemerintah berencana membentuk bank infrastruktur. Itu menarik sekali bagi mereka (investor asing) dan kegiatan utama (perbankan) syariah yang menyalurkan dana ke sektor riil. Kalau bank-bank konvensional, uangnya dipakai untuk spekulasi dan sebagainya.
Tapi mengapa keuangan syariah susah sekali berkembang di dalam negeri?
Karena kita sudah terlalu lama menggunakan sistem ekonomi sekuler ketika dijajah Belanda. Sebelumnya masyarakat Indonesia sudah menerapkan prinsip maro (separuh) dan mertelu (sepertiga), yang merupakan sistem bagi hasil (seperti prinsip syariah).
Selain itu, sebagian umat Islam memandang agama hanya sebagai petunjuk ibadah dan kehidupan masyarakat negara-negara Arab dianggap identik dengan Islam. Padahal keuangan negara-negara Arab tidak 100 persen keuangan syariah.
Negara juga tidak memprioritaskan ekonomi syariah sebagai program nasional seperti di Malaysia.
Bagaimana meningkatkan pangsa pasar keuangan syariah?
Panutan atau contoh transaksi ekonomi syariah itu harus banyak, terutama dari para ulama. Lalu, penyebaran cabang-cabang bank syariah yang luas juga harus ada contoh dari otoritas negara seperti pengelolaan dana haji di perbankan syariah. Dengan demikian, masyarakat langsung melihat contoh nyata.
Usahakan bagi hasil lebih besar dari biaya-biaya atau minimal sama karena orang-orang kan rasional. Memang ada yang emosional karena ikatan keagamaan, tapi banyak orang yang rasional.
Mengapa kita tertinggal dari Malaysia?
Di Indonesia, pertumbuhan perbankan syariah sebesar 30 persen per tahun itu sudah bagus karena pengembangan industri keuangan syariah itu *bottom-up*. Sedangkan di Malaysia, karena program pemerintah, maka asetnya sudah 20 persen dari total aset perbankan mereka. Malaysia menonjolkan kuantitas dan berambisi menjadi pusat keuangan syariah dunia. (*)
No comments:
Post a Comment