SRC:www.antaranews.com
Presiden Myanmar Thein Sein (FOTO ANTARA/REUTERS/Soe Zeya Tun)
Tokyo (ANTARA News) - Presiden Myanmar pada Senin menyatakan, keputusan pemimpin oposisi Aung San Suu Kyi akan menempati atau tidak kursinya di parlemen tergantung padanya, kata media di Jepang di tengah silang pendapat tentang sumpah kesetiaan.
Thein Sein kepada wartawan di Tokyo menyatakan, penerima Nobel Perdamaian itu akan disambut di parlemen tersebut, tapi menempati atau tidak kursi hasil kemenangannya pada awal bulan April itu tergantung padanya, lapor AFP.
"Suu Kyi harus memutuskan apakah ia ingin masuk parlemen atau tidak," kata Thein Sein ketika ditanya dalam wawancara kelompok di Tokyo tentang kemungkinan mengubah kata dalam sumpah bermasalah itu, kata kantor berita Jepang Kyodo.
"Seluruh parlemen Myanmar mendukungnya masuk dan sangat menyambutnya," katanya.
Partai Suu Kyi menolak bersumpah menjaga undang-undang dasar buatan tentara.
Presiden itu, yang kunjungan lima harinya ke Jepang berakhir Selasa, juga menegaskan bahwa demokratisasi di negara tersebut tidak akan berbalik.
"Tidak akan ada pembalikan," kata Thein Sein. "Kami ingin bekerja sama dengan menuju arah sama, dalam kepentingan rakyat," katanya seperti dikutip "Mainichi Shimbun".
Thein Sein juga tetap membuka pintu bagi Suu Kyi untuk masuk pemerintah, tapi menyatakan wanita itu harus memutuskan pengutamaannya.
Dengan menunjuk bahwa undang-undang dasar itu tidak membolehkan anggota parlemen menjadi anggota kabinet, ia mengatakan, "Suu Kyi harus membuat keputusan."
"Suu Kyi harus bekerja untuk rakyat, bukan partainya," kata jaringan Jiji mengutip keterangannya.
Ketika ditanya mengenai perubahan undang-undang dasar itu, Sein mengatakan, "Itu akan diputuskan keinginan rakyat, pendapat rakyat."
Tanggapan Thein Sein itu, dalam kunjungan ke Jepang dengan hasil janji Tokyo menghapus utang 3,7 miliar dolar Amerika Serikat dan mulai lagi kegiatan bantuan, adalah yang pertama sejak partai Suu Kyi mengancam memboikot pembukaan parlemen pada Senin.
Suu Kyi, yang menghabiskan sebagian besar dua dasawarsa terakhir dalam tahanan rumah, dijadwalkan mulai masuk parlemen setelah kemenangan partainya dalam pemilihan umum sela pada awal bulan ini.
Liga Bangsa untuk Demokrasi (NLD) Suu Kyi -kekuatan utama lawan setelah merebut 43 dari 44 kursi tersedia dalam pemilihan sela itu- langsung menyeru presiden atas kebuntuan tersebut, minta kata dalam sumpah itu diubah dari "melindungi" menjadi "menghormati" undang-undang dasar.
Itu tanda pertama perselisihan berat NLD dengan pemerintah dukungan tentara sejak pemilihan umum sela itu.
Uni Eropa pada Senin menghargai perubahan bersejarah Myanmar dengan menangguhkan berbagai sanksi perdagangan, ekonomi dan pribadi, tapi meneruskan pelarangan senjata, kata diplomat.
Menteri luar negeri dari kelompok 27 negara itu, yang berunding di Luksemburg, menyetujui penanguhan setahun terhadap hampir 500 orang dan lebih dari 800 perusahaan.
Penangguhan sanksi itu untuk meningkatkan perubahan di negara pernah menjadi paria tersebut, yang berpuncak pada keterpilihan pemimpin lawan Aung San Suu Kyi ke parlemen pada 1 April.
"Eropa Bersatu mengikuti dengan rasa hormat dan penghargaan atas perubahan bersejarah di Myanmar/Birma selama tahun lalu," kata pernyataan para menteri tersebut.
Badan itu akan menangguhkan pembatasan terhadap pemerintah tersebut, dengan pengecualian pelarangan atas senjata, yang bertahan, tapi akan memantau ketat keadaan di lapangan, dengan terus-menerus mengaji langkah itu," kata pernyataan tersebut. (B002/Z002)
No comments:
Post a Comment