SRC:www.antaranews.com
Kuta, Bali (ANTARA News) - Diwakili dua lembaga berkompeten, Indonesia dan Jepang bekerjasama mengenai izin reproduksi dan penjualan satandar yang dihasilkan kedua pihak.
Penandatanganan perjanjian kerjasama dilakukan Kepala Badan Standarisasi Nasional (BSN), Bambang Setiadi dengan Presiden Japanese Standards Association (JSA), Mr Masami Tanaka, Rabu (9/5), di sela-sela acara `ISO/KATS Regional Workshop` di `Discovery Kartika Plaza Hotel`, Kuta, Bali.
"Melalui perjanjian kerja sama ini, BSN berhak untuk mereproduksi dan menjual standar Jepang di Indonesia. Sebaliknya JSA berhak mereproduksi serta menjual standar Indonesia di Jepang," demikian pernyataan tertulis yang diterima ANTARA.
BSN merupakan lembaga yang berwenang membuat Standar Nasional Indonesia (SNI). Ini satu-satunya standar nasional yang berlaku di Indonesia.
Sementara JSA menghasilkan Japanese Industrial Standards (JIS) sebagai standar yang berlaku di Jepang.
"Perjanjian ini tentu memberikan keuntungan kepada Indonesia karena para pemangku kepentingan dalam standardisasi di Indonesia, khususnya pengusaha dapat semakin mudah untuk memperoleh dokumen standar JIS," demikian disebutkan.
Dampak selanjutnya ialah, apabila pengusaha Indonesia akan mengekspor produk barang dan jasa ke Jepang dapat mengetahui lebih pasti tentang persyaratan teknis produk yang berlaku di Jepang.
Selain standar, perjanjian tersebut juga mengatur tentang izin reproduksi dan penjualan publikasi yang dihasilkan oleh BSN serta JSA.
Terobosan tersebut juga akan mempermudah pertukaran informasi dengan Jepang, sehingga mampu mendongkrak perdagangan Indonesia ke Jepang.
Per 31 Januari 2012, produk yang memiliki 6764 SNI. Itu terdiri atas 1380 produk pertanian dan teknologi pangan (19 persen), dam 664 produk konstruksi (sembilan persen).
Selanjutnya 185 produk elektronik, teknologi informasi dan komunikasi (tiga persen), 408 produk umum, infrastruktur dan ilmu pengetahuan (enam persen), 614 produk kesehatan, keselamatan dan lingkungan (delapan persen).
Kemudian 2155 produk teknologi bahan (30 persen), 203 produk teknologi khusus (tiga persen), 460 produk transportasi dan distribusi pangan (enam persen), serta 1155 produk teknologi perekayasaan (16 persen).
(T.D017/M036)
No comments:
Post a Comment