SRC:www.antaranews.com
Florencia, Kolombia (ANTARA News) - Militer Kolombia menyatakan, Rabu, belum ada rencana untuk melakukan upaya penyelamatan wartawan Prancis Romeo Langlois, yang dikabarkan ditangkap oleh pemberontak FARC.
"Kami tidak akan melakukan sesuatu yang bisa membahayakan nyawa Romeo," kata Kolonel Jamil Gutierrez, komandan brigade pemberantasan narkoba, kepada AFP, dengan menambahkan bahwa pasukan keamanan terus melakukan segala upaya untuk menemukannya.
Langlois, seorang pewarta berusia 35 tahun yang bekerja untuk jaringan televisi global France 24, menyertai pasukan pemerintah ketika bentrokan meletus Sabtu dengan gerilyawan FARC di wilayah selatan Caqueta, setelah pasukan menghancurkan lima laboratorium penghasil kokain yang berdekatan.
Ia hilang di daerah Florencia, 600 kilometer sebelah selatan Bogota, setelah bentrokan itu.
Jendral Angkatan Darat Javier Rey mengatakan kepada AFP, militer akan bertemu dengan Komite Internasional Palang Merah untuk membahas kemungkinan pembebasan Langlois. Palang Merah di masa silam memfasilitasi pembebasan sandera.
"Seluruh wartawan di dunia harus bersama-sama menuntut pembebasannya," kata jendral itu kepada AFP.
Presiden Juan Manuel Santos mengatakan, Senin, ada "tanda-tanda sangat jelas" bahwa Langlois -- yang dikabarkan cedera tembakan di lengan kirinya -- diculik selama bentrokan itu, sementara seorang wanita yang mengklaim mewakili FARC mengatakan, Selasa, wartawan itu ditahan sebagai "tahanan perang".
FARC belum mengeluarkan pernyataan yang mengkonfirmasi penculikan wartawan itu di situs berita yang biasanya mereka gunakan untuk tujuan-tujuan semacam itu.
Sejumlah pejabat mengatakan, tidak ada uang tebusan yang diminta bagi pembebasannya dan tidak ada kontak dengan FARC setelah wartawan itu hilang.
Paris terus melakukan kontak dengan pemerintah Kolombia untuk mengupayakan pembebasannya, kata Menteri Luar Negeri Prancis Alain Juppe.
Langlois bertugas meliput pasukan pemerintah Kolombia yang melakukan operasi-operasi anti-narkoba.
Wartawan itu hilang di tengah kekerasan yang berlangsung secara berkala antara pasukan Kolombia dan pemberontak FARC.
Pada Jumat (27/4), lima prajurit Kolombia tewas dalam bentrokan dengan kelompok gerilya FARC, sementara serangan terpisah terhadap sebuah kantor polisi menewaskan tiga warga sipil, termasuk seorang bayi, kata militer.
Bentrokan itu berlangsung di wilayah baratdaya di perbatasan daerah-daerah Cauca dan Valle del Cauca dan menewaskan seorang sersan dan empat prajurit, kata komandan Satuan Tugas Apollo, Jorge Humberton Jerez, kepada radio Caracol.
Di kantor polisi di kota Puerto Rico, Caqueta, pemberontak gagal membunuh polisi ketika mereka melancarkan serangan bom ke bangunan tersebut, dan ledakan itu menewaskan seorang bayi dan ibu serta ayahnya, kata seorang pejabat.
Salah satu bom menghantam rumah keluarga itu dan mengakibatkan kematian mereka, kata kepala kepolisian Caqueta, Carlos Vargas.
Angkatan Bersenjata Revolusioner Kolombia (FARC), kelompok gerilya kiri terbesar yang masih tersisa di Amerika Latin, diyakini memiliki sekitar 9.000 anggota di kawasan hutan dan pegunungan di Kolombia, menurut perkiraan pemerintah. Kelompok itu memerangi pemerintah Kolombia sejak 1964.
Pemimpin FARC Timoleon Jimenez pada April membantah bahwa usulan negosiasi dengan pemerintah mengisyaratkan gerilyawan berniat segera menyerahkan diri.
Pemimpin FARC itu mengatakan, kesenjangan kaya-miskin di Kolombia harus menjadi salah satu masalah yang dibahas dalam perundingan mendatang. (M014)
No comments:
Post a Comment