SRC:www.antaranews.com
Ilustrasi - Seorang pekerja melakukan pengecekan kereta lori pengangkut tebu di Pabrik Gula Rendeng, Kudus, Jateng.(FOTO ANTARA/Andreas Fitri Atmoko)
Kemampuan pemerintah menangani mulai dari produksi, perdagangan, hingga distribusinya belum begitu baik.Sibolga (ANTARA News) - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) mengemukakan, masalah pergulaan nasional tidak kunjung usai selama bertahun-tahun antara lain akibat banyaknya kepentingan terutama antarinstansi pemerintah terkait gula.
"Kemampuan pemerintah menangani mulai dari produksi, perdagangan, hingga distribusinya belum begitu baik," kata Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perdagangan, Distribusi, dan Logistik Natsir Mansyur, Jumat.
Menurut Natsir Mansyur, setiap tahun permasalahan gula selalu sama seperti ritual tahunan yaitu pasokan kurang, harga tinggi, dan saling tuding antara lembaga kementerian, PTPN (PT Perkebunan Nusantara), dan produsen gula rafinasi telah terjadi selama enam tahun terakhir.
Padahal, ujar dia, masalah pergulaan nasional diakibatkan oleh tidak seimbangnya antara pasokan dan permintaan, atau lebih spesifik karena kerap terjadi kekurangan pasokan sementara permintaan banyak mengalir dan diwarnai dengan manajemen pergulaan nasional yang belum memperlihatkan perbaikan dari tahun ke tahun.
Ia berpendapat, kemampuan PTPN sebagai produsen gula terbesar untuk melayani kebutuhan gula nasional jauh dari harapan dan Dewan Gula Indonesia (DGI) sebagai lembaga yang menghimpun pelaku pergulaan nasional juga tidak mampu menjalankan fungsinya.
"Ditambah lagi fungsi pengawasan panja gula DPR RI yang kurang optimal, dan KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) sulit membongkar kartel gula," kata Natsir Mansyur.
Ia juga mengatakan, sanksi perembesan gula kristal rafinasi oleh Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan dinilai tidak transparan dan tidak tegas yang akhirnya mengakibatkan kebutuhan gula di daerah sulit terpenuhi dan harga yang tinggi.
Untuk mengurangi permasalahan pergulaan nasional, kata Natsir, ada beberapa hal yang harus menjadi fokus perhatian antara lain pengadaan gula konsumsi untuk kebutuhan daerah perlu diatur oleh Pemerintah Daerah, Kadin dan Asosiasi Pengusaha Gula dan Terigu Indonesia (Apegti).
Selain itu, lanjutnya, Kemenperin agar membuka izin industri gula rafinasi di kawasan timur Indonesia (KTI) sehingga pelaku gula yang lain bisa berinvestasi membangun industri gula rafinasi.
"Sudah saatnya produsen gula rafinasi di KTI yang sudah ada selama ini tidak dilindungi lagi," katanya.
Wakil Ketua Umum Kadin juga mengatakan, hal lainnya yang harus menjadi fokus adalah kebutuhan gula konsumsi untuk daerah perbatasan melalui impor dari negara tetangga harusnya dapat terpenuhi sehingga masyarakat perbatasan jangan dibebani dengan urusan yang sulit untuk mengatasi kebutuhan pangan gula.
(M040 )
No comments:
Post a Comment