SRC:www.antaranews.com
Aksi Tolak Kenaikan Harga BBM Massa yang tergabung dalam Front Perjuangan Rakyat (FPR) melakukan aksi unjuk rasa menolak kenaikan harga BBM di Depan Istana Negara, Jakarta, Minggu (1/4). Aksi ini menuntut kepada Pemerintah agar membebaskan bagi seluruh korban yang ditangkap oleh Polisi dan mengecam sidang paripurna DPR serta menolak kenaikan harga BBM. (FOTO ANTARA/Reno Esnir) ()
London (ANTARA News) - Mahasiswa Indonesia di Australia menilai rencana pemerintah mengurangi subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan berbagai peristiwa pro-kontra yang menyertainya yang terjadi di tanah air bukan sekedar masalah ekonomi.
Mahasiswa Indonesia di Australia mengelar forum Indonesia Synergy guna menelaah secara kritis-akademis dan mencoba mencari jalan keluar yang elegan dan rasional, demikian Ketua Indonesia Synergy/ Mahasiswa PhD ANU, Pungkas Bahjuri Ali dalam keterangannya kepada ANTARA London, Rabu.
Dikatakannya Forum diskusi Indonesia Synergy hadiri mahasiswa berbagai universitas dan dari berbagai disiplin ilmu, seperti antropologi, social, politik, lingkungan, dan kajian strategis.
Hal ini menjadi penting karena menunjukkan bahwa mahasiswa selalu berpikir rasional dan kritis serta tanpa kekerasan dalam menanggapi rencana kenaikan harga BBM, ujarnya.
Rahman Abdurahman dan Akhmad Akbar Susanto, dua kandidat doktor dari Australian National University (ANU), Canberra membahas dengan gamblang seluk-beluk subsidi BBM dan berbagai implikasinya.
Sedangkan Mulyadi Sumarto, juga kandidat doktor ANU bidang demografi, membahas motivasi non-eknonomi penggunaan dana subsidi untuk bantuan langsung tunai (BLT).
Dari sisi tinjauan eknonomi, keputusan tentang harga BBM sebenarnya sederhana dan mudah. Subsidi BBM dapat menimbulkan distorsi permintaan minyak lokal, tidak efisien, dan menjadi beban fiskal anggaran yan cukup berat.
Di sisi lain, permasalahan harga BBM di Indonesia menjadi rumit karena ada motivasi lain, terutama motivasi politik yang ikut bermain. Politik pencitraan menjadi kental dalam isu ini, baik yang pro maupun yang kontra sehingga menjadikan permasalahan BBM menjadi kompleks.
Krisis Kepercayaan Terhadap Pemerintah
Banyaknya masyarakat yang menentang kenaikan BBM ini sebenarnya menunjukkan adanya krisis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Masyarakat masih melihat banyak opsi lain seperti pemberantasan korupsi, penghematan belanja negara, rendahnya pemasukan negara dari tambang dan lain-lain, yang masih belum dilakukan secara maksimal.
Pertemuan antara lain merekomendasikan agar keputusan tentang harga BBM dapat dilakukan dengan cepat, untuk mengurangi spekulasi dan inflasi akibat ketidakpastian kenaikan harga BBM.
Dalam jangka menengah, keputusan untuk menaikkkan harga BBM hendaknya tidak berdasar pada kepentingan sesaat, tetapi terukur berdasarkan kriteria yang telah disepakati bersama. Misalnya, perlu adanya batasan minimal gejolak harga minyak dunia yang menjadi acuan.
Indikator-indikator lain perlu juga ditetapkan berkaitan dengan komitmen pemerintah, misalnya kenaikan BBM baru dilakukan setelah pemerintah melakukan penghematan anggaran, mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi tertentu dan atau kriteria lainnya.
Untuk jangka panjang, perlu dibentuk peta jalan tentang visi energi ke depan, yang berisi tentang strategi ke depan di bidang energi. (ZG)
No comments:
Post a Comment